Jumat, 28 Mei 2010

Puisi Khas Buatmu

Sayang….
Tahukah kau…
Apa yang aku fikirkan di saat aku sedang sendirian,
Aku selalu memikirkanmu
Tentang cinta kita yang terbina..
Tentang harapan dan impian kita selama ini…
Mungkinkah kan menjadi realiti?

Sayang….
Di kejauhan ini
Izinkan aku untuk merinduimu
Izinkan aku untuk terus berlindung
Serta bahagia bersamamu
Aku rasa bahagia dan bersyukur pada TUHAN
Dan akhirnya mengerti perasaan ini…

Buatmu insan tersayang…
Terima kasih ku ucapkan,
Sesngguhnya tiada lain di hati ini selain dirimu
Ku harap agar kau kan terus menyayangi diriku
Seperti mana diriku menyayangimu sepenuh hati.

Aku ingin selamanya bersama mu,
Aku sayang padamu…

Met Ultah

Selamat Ulang Tahun
Sayang..............
Semoga dengan kehadiran seorang anak
serta dengan semangat mengikuti perkembangannya
makin membuat marak kebahagian kita
dan tambah erat hubungan kita dalam satu keluarga. amiin

Senin, 24 Mei 2010

Aku mengagumi semua surat-suratku


Surabaya, 12/06/2007jam 03:13
Yang terhormat Kamu bukan Dia
Di depan tulisan ini.
Assalamualikum Wr.Wb.
Semoga hari ini tiada kurang suatu apa;-pun tiada kekhawatiran sedikitpun. Dan kuharap akan terbukalah pintu-pintu mata hati kita.
…….Sungguh kuawali dengan do’a semoga tuhan senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayahNYA,yang terangkum indah dalam damai dan sejahtera keluargamu; pun juga semoga tuhan senantiasa selalu menjaga dan melindungimu, amin.
Sendiri ….dan selalu sendiri; melewati malam-malamku sendiri dalam kamar yang sepi ini, sambil membaringkan badan seraya melepaskan lelah,dimana hari ini aku yang seharian dipenuhi dengan kesibukan serta tugas-tugas yang harus diselesaikan,ya kembali dikamar ini;-….Aku sendiri-, namun sebelum masuk kamar,kumasuki dapur kecil yang terletak dibelakang kamar,kutuangkan secangkir teh hangat dalam gelas kosong yang biasa aku pergunakan lalu kuhantarkan minuman itu kedalam kamarku sambil duduk sembari kuteguk teh itu sedikit demi sedikit,lalu kuambil sebatang rokok dari kotaknya yang tersimpan dalam saku celana bluejeansku dan membakar dibagian ujungnya, sambil menghisap rokok aku mencoba mengingat kembali apa yang telah terlewati dalam kurun waktu minggu ini,namun entah mengapa ingatan serta fikiranku tiba-tiba terhenti ketika bayangmu datang dan menghampiri.lalu bayang itu semakin mendekat lalu kuingini bayangmu lebih dekat,dan berkata”ya mendekatlah diantara kedua mataku”.


Malam ini sungguh aku ingin bercakap-cakap denganmu,agar aku merasa lebih dekat dan lebih dekat dari sekedar khayalanku.kemudian segera aku ambil handphoneku namun hatiku menghentikannya. aku takut sungguh aku takut,bila saat ini kutelepon ‘tentu suara dering Hp-mu berbunyi keras dan akan mengganggu istirahatmu, tentunya kamu akan jadi marah dan suara serak-ku akan menyakiti telingamu,aku takut ada benci dihatimu,biarlah aku tahan keinginanku itu-biarlah aku tak boleh ganggu tidurmu,biarlah kamu istirahat ya istirahatlah upikku dan kuharap kau selalu terjaga dipagi hari nanti dengan badan serta diri yang sehat.
Ada sesuatu dalam fikiranku ; sungguh terasa mengganggu sekali,bahkan menggoyangkan keyakinan serta mengaburkan segala kepercayaan dan hal ini terasa mencabik-cabik hatiku lalu kemudian melelehkan airmataku memaksa bibirku bergetar kaku ; untuk bertanya padamu.
Namun sebelumnya , kumohon dengan sangat samudera apuramu,sekali lagi maafkan aku.
“ Benarkah kamu menyayangi dan mencintaiku?”utuh penuh dalam keyakinan dan keihlasanmu,baik dalam suka atau duka,dalam kekurangan atau kelebihan dalam kehinaan atau kemulyaan?.;ya sayang”sangat menyakitkan kata-kataku ini, tapi aku tiada niat sedikitpun untuk menyakitimu,maka maaflah pintaku”.Bukannya aku takpercaya atau takyakin terhadapmu, bukan pula aku tak sayang atau tak mencintaimu,namun sungguh ini aku merasa takut kehilangan dirimu.
Semua kuawali dengan do’a dan harapan semoga jalinan ini akan dipenuhi rahmat dan ridlo ilahi. Sehingga dapat mengantarkan kita dalam keagungan cinta yang sesungguhnya.
Dan tak lupa aku ‘kan berdo’a untukmu. Semoga tuhan melindungi dan menjagamu. Amin.
Dari aku dan segenap kasihku

~Samick~
 
*tulisan ini tanpa melalui editing penulis.

Rabu, 19 Mei 2010

LAILA MAJNUN Karangan Syaikh Nizami

Di editting samick wongsae

LAILA MAJNUN karangan syaikh Nizami

Kisah Laila majnun ditulis oleh seorang sufi timur tengah yakni Syaikh Sufi Mawlana Hakim Nizhami Gandawi. Kisah Laila Majnun adalah kisah Cinta dengan tokoh Imra’il Qais dan Laila yang berakhir dengan penderitan, kesedihan, perjuangan dan pengorbanan. Kisah cinta yang ditulis pada abad XI Masehi ini sangat fenomenal sampai saat ini. Begitu kesohor dan fenomenanlnya shg meginspirasi kisa-kisan cinta sepanjang jaman. Bahkan konon cerita Romeo dan Yuliet yang ditulis oleh William Shakespeare juga terinspirasi oleh cerita Laila Majnun.

Cerita ini diawali oleh seorang kepala suku yang kesohor dan kaya raya namun tidak dikaruniai seorang anak. Jabatan kepala suku, nama besar, harta melimpah dan pujian orang serasa tidak ada harganya tanpa seorang anak. Berbagai cara dan upaya telah dilakukan. Melalui berbagai tabib dan pengobatan pun pernah jalankan namun belum menuai hasil. Akhirnya sang kepala suku bersimpuh dan memohon kepada Allah SWT seraya berdo’a ” . “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami.”

Akhirnya Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Imra’il Qais. Sang ayah sangat berbahagia, karena anaknya Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata bulat dan besar, dan berambut hitam sehingga menjadi pusat perhatian dan kekaguman semua. Selian itu, Qais dikarunia kecerdasan dan kemampuan yang istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari, memainkan musik, menggubah syair dan melukis.

Qais yang beranjak dewasa mulai masuk ke sekolah teladan yang dibina oleh guru-guru terbaik. Hanya putra dan putri orang bangsawan dan pengusaha yang masuk sekolah tsb Salah satu muridnya adalah Laila yang juga putri seorang kepala suku. Lailah adalah gadis yang sangat cantik, rambutnya yang hitam dan panjang terurai kebawah pinggul, hidung yang mancung, bibir yang merah merekah serta matanya yang hitam. Karena alasan inilah Laila mendapat sebutan ”Sang Malam”. Akibat kecantikannya inilah banyak kaum pria teman sekelanya menyukainya. Salah satu yang menyuaki adal;ah Qais. Dan karena ketampanan Qais ternyata Laila juga menaruh hati kepada Qai.

Api asmara telah membakar kedua remaja yang sedang dimabok cinta. Sekolah bukanlah tempat belajar namun tempat mereka bertemu dan memadu kasih, Guru yang mengajar telah diluapankan karena mereka berdua selalu berpandangan. Saat belajar menulis, mereka hanya menulis nama mereka berdua.

Akibat cinta mereka mulai tuli dan buta terhadap keadaan sekitarnya. Akhirnya teman sekelas mulai mengetahui dan lambat laun masyarakat mulai mempergunjingkan mereka berdua. Karena pada zaman itu tida pantas seorang remaja belia dapat memadu kasih sefulgar mereka berdua.

Bara api cinta mereka semakin besar, sehingga saat Laila tidak ada diruang kelas sang qais selalu mencari kemana-mana dan selalu memnggil nama-nama qais. Qais menyusuri jalanan dan memanggil-manggil nama Laila. Sehingga orang-orang disekitarnya menjadi risih dan membicarakannya. Akibat prilaku qais yang selalu menyebut-nyebut nama laila dan mengumandangkan syair-syair cinta kepada laila, maka orang-orang mengira Qais telah Gila. Qais telah tergila-gila kepada Laila sehingga terkenal dengan ” Laila Majnun”.

Kisah tentang Qais yang majnun (Gila) juga didengar oleh orang tua Laila, sehingga mereka melarang Laila keluar rumah. Karena orang tuanya juga tahu bahwa Laila sangat mencintai sang Majnun. Orang tua laila malu jika putrinya harus bersanding dengan seorang Majnun.

Majnun tidak menghiraukan gunjingan orang karena yang ada dalam hatinya hanyalah keinganan bertemu dengan Laila. Namun setiap kedatangan Majnun kerulah Laila selalu diusir oleh orang tua Laila. Sehingga Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Laila dan membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Laila. Sepanjang hari Majnun duduk-duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada airyan menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Laila. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Laila utnuk meyampaikan salam dan pesan.

Ia menghirup angin dari barat yang melewati desa Laila serasa menghirup harum tubuh Laila. Jika kebetulan ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Laila, ia pun memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya sendiri.

Sementara Laila, Sejak ia berhenti masuk sekolah tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qais. Yang cukup mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin berhembus semilir, ia memejamkan.matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar suara Qais didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qais. Hanya saja, ia tak pernah berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang cintanya.

Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Laila. Kerinduannya kepada Laila demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari pun tanpa melihatnya kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya, tetapi ia berbicara kepada mereka hanya tentang Laila, tentang betapa ia sangat kehilangan dirinya.

Keadaan majnun yang tragis dan sangat menderita didengar oleh sang ayahnya. Sehingga ayah majnun datang ke rumah Laila untuk melamarnya. Sebuah kafilah penuh dengan hadiah mewah dibawanya ke rumah Laila. Dan diterima dengan baik oleh orang tua Laila sehingga keduanya terlibat perbincangan. “Engkau tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan, yaitu “Cinta dan Kekayaan”. Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa memastikan bahwa aku
sanggup memberi mereka cukup banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia
dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun menjawab, “Bukannya aku
menolak Qais. Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan
terhormat,” jawab ayah Laila. “Akan tetapi, engkau tidak bisa menyalahkanku
kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu perilaku abnormalnya.
Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan
iapun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak. “Tolong katakan
kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam posisiku,
akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?”

Ayah Majnun tidak mampu berkata dan membantah. Putranya yang dahulu gagah dan tampan sehingga menjadi pujaan para gadis berubah menjadi lelaki gila, kotor, gelandangan dan tak terurus.

Melihat keadaan yang demikian maka ayah Majnun dan Sahabat-sahabat Majnun membawa pulang sang Majnun. Diadakanlah pesta dengan mengundang para gadis-gadis cantik. Gadis-gadis yang hadir di hias sehingga paras semakin cantik dan diberi pakaian yang mewah. Siapa tahu dari sekian gadis ada yang menarik perhatian Majnun dan bisa meluapakan Laila. Namun tak sedikitpun Majnun tertarik kepada gadis yang datang walapun gadis tersebut cantik-cantik. Majnun hanya melihat satu persatu gadis yang datang dengan barharap ada Laila ditengah gadis-gadis tersebut. Karena tidak menemukan Laila sehingga Majnun menganggap ayah dan sahabatany telah berlaku tidak adil dan kasar sehingga Majnun menangis sangat hebat dan jatuh pingsan.

Melihat keadaan semakin Parah, Ayah Majnun membawanya untuk pergi menunaikan Ibadah Haji. Dengan harapan Allah bisa memberikan jalan dan membuka hati Majnun dan bisa melupakan Laila. Namun yang terjadi adalah Majnun bersujut di depan Kabah dan berdo’a “Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para
Pecinta, Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal
saja,”Tinggikanlah cintaku sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa,
cintaku dan kekasihku tetap hidup.” Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi
yang bisa ia lakukan untuk anaknya.

Sepulah dari menuanaikan Haji, Majnun mengembara dan berjalan tidak tentu arah. Majnun hidup di reruntuhan bangunan tua sembari mengumandangkan syair-syair cinta kepada Laila. Badannya semakin kurus dan tak terurus ibarat kulit membungkus tulang. Dan mulai saat itu ayah dan sahabatnya tidka mengetahui keadaan Majnun lagi. Majnun bak hilang ditelan bumi bahkan telah dikabarkan mati dibunuh oleh binatang-bingan padang pasir.

Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada
sesosok aneh yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan
rambut panjang hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya
compang-camping dan kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak
beroleh jawaban, ia mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di
kakinya. “Hus” katanya, ‘Jangan bangunkan sahabatku.” Kemudian, ia mengedarkan
pandangan ke arah kejauhan.

Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa
yang akan terjadi. Akhimya, orang liar itu berbicara dengan syair-syair indah. Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah Majnun yang terkenal itu, dengan berbagai macam perilaku anehnya yang dibicarakan orang di seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga
lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari kehidupan liar dan buas
itu.

Binatang-binatang liar dan buas semakin tertarik dengan majnun. Disamping para binatang yakin bahwa Majnun tidak akan mencelakainya, binatang-bintanag tersebut terus mengikuti dan mendekat kepada Majnun karena ining mendengarkan senandung rindu dan syair rimantis yang setiap saat keluar dari mult majnun.

Kemasyhura Majnun terkenal seantero Arab. Sehingga banyak orang yang mengunjungi. Baik karena iba maupun karena mendengar syair-syairnya. Salah seorang dari pengunjung itu adalah seorang ksatria gagah berani bernama ‘Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat terkenal itu di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.

Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia
bersumpah dan bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua
kekasih itu, meskipun ini berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya!
Kaetika Amr kembali ke kota kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan
ini berangkat menuju desa Laila dan menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak
orang yang terbunuh atau terluka.

Ketika pasukan ‘Amr hampir memenangkan pertempuran, ayah Laila mengirimkan
pesan kepada ‘Amr, “Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan
putriku, aku akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika engkau ingin
membunuhnya, aku tidak keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah
bisa kuterima, jangan minta aku untuk memberikan putriku pada orang gila itu”.
Majnun mendengar pertempuran itu hingga ia bergegas kesana. Di medan
pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di antara para prajurit
dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Laila. Ia merawat mereka
dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka.

Amr pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa
ia membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, “Orang-orang ini berasal dari desa
kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka?” Karena sedemikian
bersimpati kepada Majnun, ‘Amr sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang
dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun
memerintahkan pasukannya untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa
mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun.

Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia
nikmati adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya
menuju taman, Ibn Salam, seorang bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan
serta-merta jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari
ayah Laila. Merasa lelah dan sedih hati karena pertempuran yang baru saja
menimbulkan banyak orang terluka di pihaknya, ayah Laila pun menyetujui
perkawinan itu.

Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Aku lebih
senang mati ketimbang kawin dengan orang itu.” Akan tetapi, tangisan dan
permohonannya tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi sama saja
keadaannya. Perkawinan pun berlangsung dalam waktu singkat. Orangtua Laila
merasa lega bahwa seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga.

Akan tetapi, Laila menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa
mencintainya. “Aku tidak akan pernah menjadi seorang istri,” katanya. “Karena
itu, jangan membuang-buang waktumu. Carilah seorang istri yang lain. Aku yakin,
masih ada banyak wanita yang bisa membuatmu bahagia.” Sekalipun mendengar
kata-kata dingin ini, Ibn Salam percaya bahwa, sesudah hidup bersamanya beberapa
waktu larnanya, pada akhirnya Laila pasti akan menerimanya. Ia tidak mau memaksa
Laila, melainkan menunggunya untuk datang kepadanya.

Ketika kabar tentang perkawinan Laila terdengar oleh Majnun, ia menangis dan
meratap selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat
hati dan mengharu biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut
menangis. Derita dan kepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang
berkumpul di sekelilinginya pun turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya
ini tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba Majnun merasakan kedamaian dan
ketenangan batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi apa-apa, ia pun terus
tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Laila tidak berubah dan malah
menjadi semakin lebih dalam lagi.

Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan ucapan selamat kepada Laila atas
perkawinannya: “Semoga kalian berdua selalu berbahagia di dunia ini. Aku hanya
meminta satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan namaku,
sekalipun engkau telah memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah pernah
lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya
akan memanggil-manggil namamu, Laila”.

Sebagai jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda
pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam
hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian
lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun. Engkau memaklumkan cintamu
ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau
membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu” . “Kini, aku harus
menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik
orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk
cinta, engkau ataukah aku?.

Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap
tinggal di reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang
sebelumnya. Di siang hari, ia mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat
binatangnya. Di malam hari, ia memainkan serulingnya dan melantunkan
syair-syairnya kepada berbagai binatang buas yang kini menjadi satu-satunya
pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Laila dengan ranting di atas tanah.
Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia mencapai
kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang
sanggup mengusik dan mengganggunya.

Sebaliknya, Laila tetap setia pada cintanya. Ibn Salam tidak pernah berhasil
mendekatinya. Kendatipun ia hidup bersama Laila, ia tetap jauh darinya. Berlian
dan hadiah-hadiah mahal tak mampu membuat Laila berbakti kepadanya. Ibn Salam
sudah tidak sanggup lagi merebut kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa
pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukan ketenangan dan kedamaian di rumahnya.
Laila dan Ibn Salam adalah dua orang asing dan mereka tak pernah merasakan
hubungan suami istri. Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar tentang dunia luar
dengan Laila.

Tak sepatah kata pun pernah terdengar dari bibir Laila, kecuali bila ia
ditanya. Pertanyaan ini pun dijawabnya dengan sekadarnya saja dan sangat
singkat. Ketika akhirnya Ibn Salam jatuh sakit, ia tidak kuasa bertahan, sebab
hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya, pada suatu pagi di musim
panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya makin mengaduk-ngaduk
perasaan Laila. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibn Salam,
padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang dan sudah lama
dirindukannya.

Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya
sekali saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya
dengan kekasih satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Laila kembali ke rumah
ayahnya. Meskipun masih berusia muda, Laila tampak tua, dewasa, dan bijaksana,
yang jarang dijumpai pada diri wanita seusianya. Semen tara api cintanya makin
membara, kesehatan Laila justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan
dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur dengan baik selama
bermalam-malam.

Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya
hanyalah Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup
bertahan lama. Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa
bulan pun menggerogoti kesehatannya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia
masih memikirkan Majnun. Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi
untuk terakhir kalinya! Ia hanya membuka matanya untuk memandangi pintu
kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia
akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu
malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal
dunia dengan tenang sambil bergumam, Majnun…Majnun. .Majnun.

Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama
kemudian, berita kematian Lailapun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu,
ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri
selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju
desa Laila. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas
tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Laila di luar
kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari.

Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya,
per1ahan-lahan ia meletakkan kepalanya di kuburan Laila kekasihnya dan meninggal
dunia dengan tenang. Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Laila selama
setahun. Belum sampai setahun peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan
kerabat menziarahi kuburannya, mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas
kuburan Laila. Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu
adalah jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati kemarin. Ia pun dikubur di
samping Laila. Tubuh dua kekasih itu, yang kini bersatu dalam keabadian, kini
bersatu kembali.

Disadur dari buku Laila Majnun karangan Syaikh Sufi Mawlana Hakim Nizhami qs

Jumat, 14 Mei 2010

yang selalu bersandar dihatiku

......dan yang slalu bersandar dihatiku.

Syair 1
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cintaMu
Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpaMu
Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu pintu istana pun telah rapat
Tuhanku, demikian malam pun berlalau
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku, Engkau terima
Hingga aku berhak merengguk bahagis
Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemaha kuasaanMu
inilah yang akan selalau ku lakukan
Selama Kau beri aku kehidupan
Demi kemanusianMu,
Andai Kau usir aku dari pintuMu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku padaMu sepenuh kalbu

Syair 2
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuhMu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabatMu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku

Syair 3
Aku mengabdi kepada Tuhan
Bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku padaNya
Ya Allah, jika aku menyembahMu
Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembahMu
Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembahMu
Demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu
Yang abadi padaku

Syair 4
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
Kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, diantara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa denganMu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakana
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau Kehendaki

Syair 5
Aku mencintaiMu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diriMu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingatMu
Cinta karena diriMu, adalah keadaanMu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
BagiMu pujian untuk semua itu

Syair 6
Buah hatiku, hanya Engkau yang kukasihi
Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadiratMu
Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau

Syair 7
Hatiku tenteram dan damai jika aku diam sendiri
Ketika Kekasih bersamaku
CintaNya padaku tak pernah terbagi
Dan dengan benda yang fana selalu mengujiku
Kapan dapat kurenungi keindahanNya
Dia akan menjadi mihrabku
Dan rahasiaNya menjadi kiblatku
Bila aku mati karena cinta, sebelum terpuaskan
Akan tersiksa dan lukalah aku di dunia ini
O, penawar jiwaku
Hatiku adalah santapan yang tersaji bagi mauMu
Barulah jiwaku pulih jika telah bersatu dengan Mu
O, sukacita dan nyawaku, semoga kekallah
Jiwaku, Kaulah sumber hidupku
Dan dariMu jua birahiku berasal
Dari semua benda fana di dunia ini
Dariku telah tercerah
Hasratku adalah bersatu denganMu
Melabuhkan rindu

Syair 8
Sendiri daku bersama Cintaku
Waktu rahasia yang lebih lembut dari udara petang
Lintas dan penglihatan batin
Melimpahkan karunia atas doaku
Memahkotaiku, hingga enyahlah yang lain, sirna
Antara takjub atas keindahan dan keagunganNya
Dalam semerbak tiada tara
Aku berdiri dalam asyik-masyuk yang bisu
Ku saksikan yang datang dan pergi dalam kalbu
Lihat, dalam wajahNya
Tercampur segenap pesona dan karunia
Seluruh keindahan menyatu
Dalam wajahNya yang sempurna
Lihat Dia, yang akan berkata
“Tiada Tuhan selain Dia, dan Dialah Yang maha Mulia.”

Syair 9
Rasa riangku, rinduku, lindunganku,
Teman, penolong dan tujuanku,
Kaulah karibku, dan rindu padaMu
Meneguhkan daku
Apa bukan padaMu aku ini merindu
O, nyawa dan sahabatku
Aku remuk di rongga bumi ini
Telah banyak karunia Kau berikan
Telah banyak..
Namun tak ku butuh pahala
Pemberian ataupun pertolongan
CintaMu semata meliput
Rindu dan bahagiaku
Ia mengalir di mata kalbuku yang dahaga
Adapun di sisiMu aku telah tiada
Kau bikin dada kerontang ini meluas hijau
Kau adalah rasa riangku
Kau tegak dalam diriku
Jika akku telah memenuhiMu
O, rindu hatiku, aku pun bahagia.........

Tenggelamkan aku dalam cintaMu



Syair 1
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cintaMu
Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpaMu
Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu pintu istana pun telah rapat
Tuhanku, demikian malam pun berlalau
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku, Engkau terima
Hingga aku berhak merengguk bahagis
Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemaha kuasaanMu
inilah yang akan selalau ku lakukan
Selama Kau beri aku kehidupan
Demi kemanusianMu,
Andai Kau usir aku dari pintuMu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku padaMu sepenuh kalbu

Sabtu, 08 Mei 2010




Risalah Cinta untuk Layla

Cerpen Ahmad David Kholilurrahman Silakan Simak!
Dimuat di Batam Pos

Layla,
Dari jauh masih terbayang daku pada gemerlap kotamu. Malam-malam seperti tak pernah tidur. Seolah susah memberi 'sempadan' siang-malam. Siang serupa malam, malam sepadan siang. Hiruk-pikuk masih teringat diambal pikirku, ketika daku sampai dikotamu mencari persinggahan dalam safar panjangku.

Kukenang petang yang tenang. Matahari semakin memberat ke barat. Kakiku terhenti di kotamu. Telingaku menangkap gemercik nafoura, simbahan air sejuk berombak menjilat kaki pualam pelataran Jami'. Mulanya, kubayangkan ramai sekawanan burung dara mematuk remah-remah roti sepanjang plasa kotamu.

Petang itu aku lelah nian. Haus dahaga menyerbu kerongkonganku. Lilitan lapar menerkam hebat. Entah berapa hari aku 'puasa' sepanjang perjalanan jauh. Aku sekadar bertumpang barang semalam dua malam dikotamu. Kupikir, dapatlah merebah litak diserambi Jami'. Iya, rehat menyegar-bugarkan tubuh.

Layla,
Sampailah suatu hari, ketika kau pergi bersama keluargamu melalui setapak jalan samping Jami. Kata orang-orang ramai;"Tuan sekeluarga itu tengah berbelanja di pasar?"
Kudengar seorang saudagar menyambut ramah:"Ya Sidi, ahlan wa sahlan, ayo mari ke sini menengok barang-barang perniagaan kami"
Ketika aku tengah mencari upah untuk membeli makanan. Bersimbah keringat memikul karung-karung rempah dan obat-obatan.

Mungkin, lantaran daku pengembara jauh. Jarang kupikir untuk memberi sambutan berlebihan, seperti kaum bangsawan yang datang digelanggang mata orang ramai. Beriring hulubalang dan pengawal yang menunda kesibukan orang senegeri. Aku diajarkan untuk menghargai siapa pun sepatutnya saja. Tak boleh berlebihan, apalagi berlaku seperti 'budak' pada 'majikannya'.
Boleh jadi keluargamu sangat merah padam atas tingkahku. Seorang hina kelana tak tahu diri, memberi penghormatan sekedarnya saja pada kaum terhormat. Aku tak tahu, bahwa dikotamu, terdapat tingkatan masyarakat yang dibentuk sejak turun-temurun. Kupikir, tradisi aneh yang dipelihara para kaum lapuk.

Layla,
Aku pun lancang budi pada keluargamu. Hanya berlaku biasa-biasa saja. Tak ada penghormatan berlebihan yang kuberikan. Walau dengan sangat santun kujunjung adat-istiadat negerimu. Jika tahu bahwa kau terlahir dalam kaum terpandang. Mesti ditinggikan seranting, didahulukan selangkah. Aku tak bakal menumpang singgah bermalam dikotamu. Cuma ketika petang itu aku sudah kepayahan, haus-dahaga mengurungku berhari-hari. Sedang kotamu yang terdekat kucapai.
Seandainya, aku memilih terus berjalan. Entah apa yang bakal terjadi? Yang jelas aku tak bakal kebetulan mengenalmu. Meniti lorong-lorong tua kotamu. Menikmati bangunan purba yang dibangun entah berapa abad? Kota yang terus bergadang siang-malam. Seperti yang kukatakan diawal tadi:"Susah membubuh sempadan siang-malam?".

Seandainya, aku tak lancang berani meminta seteguk air pada gadis kesayangan Tuan terhormat. Niscaya, aku tak bakal menyingkir jauh dari kotamu. Setelah ditolak-tampik, sambil terpekik menghalauku keluar ke pintu gerbang negerimu. Seperti pesakitan aku diarak anak-anak kecil. Dihalau seperti layak binatang saja. Seperti inikah nasib para pengembara asing yang tengah bertumpang singgah?

Layla,
Dalam kesusahan penderitaan. Aku menghibur diri, menguat-nguatkan hati. Terlintas kisah para kaum terdahulu. Bukankah para Nabi menerima perlakuan yang lebih parah dariku. Bukankah para Alim-Ulama' pernah mendekam di balik jeruji penguasa durhaka? Bukankah para pemuda Ahl al-Kahfi menyingkir jauh ke gua purba dan 'tertidur panjang' sampai runtuhnya tirani lalim?
Aku merasa kuat lantaran tak menyimpan dendam. Itulah sebabnya, aku tak mengeluh sepatah pun. Bagiku, perlakuan seperti ini bukan hal yang aneh dalam hidupku. Itulah sebabnya, aku tak pernah menyimpan airmata? Kau boleh percaya atau tidak, aku tak pernah menangis lantaran siksaan kaummu?

Pun, dengan hati lapang aku berjalan keluar kotamu. Biarlah aku 'terasing' jauh. Sampai kapan pun, aku tak pernah 'kalah' terhumban jatuh kelindan rindu. Taruhlah, aku memang tak memiliki kelas, apalagi berbangsa sepertimu. Rumahku rantau; beratap langit, berlantai bumi.
Layla,

Kau baca atau tidak risalahku. Aku telah memaafkan perlakuan penduduk kotamu. Suatu ketika nanti, aku yakin mereka akan meralat kesalahannya. Dan saat itu, aku tak bakal mungkin kembali kekotamu. Walau dialu-alu sepanjang jalan, selingkar plasa kota dan dijamu siang-malam.
Cuma, satu saja yang kuharap padamu. Ajarkan pada kaummu, terutama kaum perempuan. Bahwa betapa ganasnya fitnah diujung lidah. Ketajaman lidah mampu menyarung pedang, juga dapat mengobar perang. Tak selamanya lelaki asing mengembara dari negeri jauh hina-dina. Sekali pun pakaiannya kumal berselaput debu, boleh jadi hatinya lebih teduh dari gemercik pancuran nafoura.
Baiklah, sebelum dawat yang kucicah kering. Aku hanya ingin mengatakan pada kaummu. Mungkin bernama Layla, Lamya', Nabila, Nawwal, atau siapa pun perempuan terhormat dikotamu:"Sesungguhnya cinta tak mengenal bangsa. Tak pernah memilih nasab. Tak pula mengukur roman airmuka!".***

Cairo, 15 November 2007

Jumat, 07 Mei 2010

Kumpulan karya khalil gibran dalam cinta

Masa Muda Dan Keindahan ~ Khalil Gibran

Keindahan menjadi milik usia muda,
Tapi keremajaan yang untuknya dunia ini diciptakan tidak lebih dari sekadar mimpi yang manisnya diperhamba oleh kebutaan yang menghilangkan kesedaran.
Akankah hari itu datang, ketika orang-orang bijak menyatukan kemanisan masa muda dan kenikmatan pengetahuan?
Sebab masing-masing hanyalah kosong bila hanya sendirian.
Akankah hari itu datang ketika alam menjadi guru yang mengajar manusia, dan kemanusiaan menjadi buku bacaan
sedangkan kehidupan adalah sekolah sehari-hari?
Hasrat masa muda akan kesenangan-kenikmatan tidak terlalu menuntut tanggung jawab -hanya akan terpenuhi bila fajar telah menyelak kegelapan hari.

Banyak lelaki yang tenggelam dalam keasyikan hari-hari masa muda yang mati dan beku;
banyak perempuan yang menyesali dan mengutuk tahun-tahun tak berguna mereka seperti raungan singa betina yang kehilangan anak;
dan banyak para pemuda dan pemudi yang menggunakan hati mereka sekadar sebagai alat penggali kenangan pahit masa depan,
melukai diri melalui kebodohan dengan anak panah yang tajam dan beracun kerana kehilangan kebahagiaan.

Usia tua adalah permukaan kulit bumi;
ia harus, melalui cahaya dan kebenaran,
memberikan kehangatan bagi benih-benih masa muda yang
ada dibawahnya, melindungi dan memenuhi keperluan mereka
hingga Nisan datang dan menyempurnakan kehidupan masa muda yang sedang tumbuh dengan kebangkitan baru
Kita berjalan terlalu lambat ke arah kebangkitan spiritual,
dan perjalanan itu seluas angkasa tanpa batas,
sebagai pemahaman keindahan kewujudan melalui
rasa kasih dan cinta kepada keindahan tersebut

~ Khalil Gibran

Surat Dari Kekasih ~ Khalil Gibran

Untukmu yang selalu Kucintai,
Saat kau bangun di pagi hari, Aku memandangmu dan
berharap engkau akan berbicara kepadaKu., bercerita,
meminta pendapatKu, mengucapkan sesuatu untukKu
walaupun hanya sepatah kata.

Atau berterima kasih kepadaKu atas sesuatu hal yang
indah yang terjadi dalam hidupmu pada tadi malam, kemarin, atau waktu yang lalu….
Tetapi Aku melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi bekerja…
Tak sedikitpun kau menyedari Aku di dekat mu.

Aku kembali menanti saat engkau sedang bersiap,
Aku tahu akan ada sedikit waktu bagimu untuk berhenti dan menyapaKu, tetapi engkau terlalu sibuk…

Di satu tempat, engkau duduk tanpa melakukan apapun.
Kemudian Aku melihat engkau menggerakkan kakimu.
Aku berfikir engkau akan datang kepadaKu, tetapi engkau
berlari ke telefon dan menelefon seorang teman untuk sekadar berbual-bual.

Aku melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan Aku
menanti dengan sabar sepanjang hari. Namun dengan
semua kegiatanmu Aku berfikir engkau terlalu sibuk
untuk mengucapkan sesuatu kepadaKu.

Sebelum makan siang Aku melihatmu memandang ke
sekeliling, mungkin engkau merasa malu untuk berbicara
kepadaKu, itulah sebabnya mengapa engkau tidak
sedikitpun menyapaKu.

Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan
melihat beberapa temanmu berbicara dan menyebut namaKu
dengan lembut sebelum menjamah makanan yang kuberikan,
tetapi engkau tidak melakukannya…..

Ya, tidak mengapa, masih ada waktu yang tersisa dan
Aku masih berharap engkau akan datang kepadaKu,
meskipun saat engkau pulang ke rumah kelihatannya
seakan-akan banyak hal yang harus kau kerjakan.

Setelah tugasmu selesai, engkau menghidupkan TV, Aku
tidak tahu apakah kau suka menonton TV atau tidak,
hanya engkau selalu ke sana dan menghabiskan banyak
waktu setiap hari di depannya, tanpa memikirkan apapun
dan hanya menikmati siaran yang ditampilkan, hingga waktu-
waktu untukKu dilupakan.

Kembali Aku menanti dengan sabar saat engkau menikmati
makananmu tetapi kembali engkau lupa menyebut namaKu
dan berterima kasih atas makanan yang telah Kuberikan.

Saat tidur Kufikir kau merasa terlalu lelah.
Setelah mengucapkan selamat malam kepada keluargamu,
kau melompat ke tempat tidurmu dan tertidur tanpa
sepatahpun namaKu kau sebut. Tidak mengapa kerana mungkin
engkau masih belum menyedari bahawa Aku selalu hadir untukmu.

Aku telah bersabar lebih lama dari yang kau sedari.
Aku bahkan ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap orang lain.
Aku sangat menyayangimu, setiap hari Aku menantikan sepatah kata darimu,
Ungkapan isi hatimu, namun tak kunjung tiba.

Baiklah….. engkau bangun kembali dan kembali Aku
menanti dengan penuh kasih bahawa hari ini kau akan
memberiKu sedikit waktu untuk menyapaKu…

Tapi yang Kutunggu … ah tak juga kau menyapaKu.
Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, Isya dan Subuh lagi
kau masih tidak mempedulikan Aku.

Tak ada sepatah kata, tak ada seucap doa, tak ada
pula harapan dan keinginan untuk sujud kepadaKU….

Apakah salahKu padamu …? Rezeki yang Kulimpahkan,
kesihatan yang Kuberikan, Harta yang Kurelakan, makanan
yang Kuhidangkan , Keselamatan yang Kukurniakan,
kebahagiaan yang Kuanugerahkan, apakah hal itu tidak
membuatmu ingat kepadaKu ???

Percayalah, Aku selalu mengasihimu, dan Aku tetap
berharap suatu saat engkau akan menyapaKu, memohon
perlindunganKu, bersujud menghadapKu … Kembali kepadaKu.

Yang selalu bersamamu setiap saat,
Tuhanmu….

~ Khalil Gibran


Dua Puisi ~ Khalil Gibran


Berabad-abad yang lalu, di suatu jalan menuju Athens, dua orang penyair bertemu.
Mereka mengagumi satu sama lain. Salah seorang penyair bertanya, “Apa yang kau ciptakan akhir-akhir ini, dan bagaimana dengan lirikmu?”

Penyair yang seorang lagi menjawab dengan bangga, “Aku tidak melakukan hal lain selain menyelesaikan syairku yang paling indah,
kemungkinan merupakan syair yang paling hebat yang pernah ditulis di Yunani. Isinya pujian tentang Zeus yang Mulia.”

Lalu dia mengambil selembar kulit dari sebalik jubahnya dan berkata, “Ke mari, lihatlah, syair ini kubawa,
dan aku senang bila dapat membacakannya untukmu. Ayuh, mari kita duduk berteduh di bawah pohon cypress putih itu.”

Lalu penyair itu membacakan syairnya. Syair itu panjang sekali.

Setelah selesai, penyair yang satu berkata, “Itu syair yang indah sekali. Syair itu akan dikenang berabad-abad dan akan membuat engkau masyhur.”

Penyair pertama berkata dengan tenang, “Dan apa yang telah kau ciptakan akhir-akhir ini?”

Penyair kedua menjawab, “Aku hanya menulis sedikit. Hanya lapan baris untuk mengenang seorang anak yang bermain di kebun.” Lalu ia membacakan syairnya.

Penyair pertama berkata, “Boleh tahan, boleh tahan.”

Kemudian mereka berpisah.

Sekarang, setelah dua ribu tahun berlalu, syair lapan baris itu dibaca di setiap lidah, diulang-ulang, dihargai dan selalu dikenang.
Dan walaupun syair yang satu lagi memang benar bertahan berabad-abad lamanya dalam perpustakaan, di rak-rak buku,
dan walaupun syair itu dikenang, namun tidak ada yang tertarik untuk menyukainya atau membacanya.

~ Khalil Gibran

Kekasihku, Layla ~ Khalil Gibran



Kemarilah, kekasihku.
Kemarilah Layla, dan jangan tinggalkan aku.
Kehidupan lebih lemah daripada kematian, tetapi kematian lebih lemah daripada cinta…

Engkau telah membebaskanku, Layla, dari siksaan gelak tawa dan pahitnya anggur itu.
Izinkan aku mencium tanganmu, tangan yang telah memutuskan rantai-rantaiku.

Ciumlah bibirku, ciumlah bibir yang telah mencuba untuk membohongi dan yang telah menyelimuti rahsia-rahsia hatiku.

Tutuplah mataku yang meredup ini dengan jari-jemarimu yang berlumuran darah.

Ketika jiwaku melayang ke angkasa,
taruhlah pisau itu di tangan kananku dan katakan pada mereka bahawa aku telah bunuh diri kerana putus asa dan cemburu.

Aku hanya mencintaimu, Layla, dan bukan yang lain, aku berfikir bahwa tadi lebih baik bagiku untuk mengorbankan hatiku,
kebahagiaanku, kehidupanku daripada melarikan diri bersamamu pada malam pernikahanmu.
Ciumlah aku, kekasih jiwaku… sebelum orang-orang melihat tubuhku…
Ciumlah aku… ciumlah, Layla…

~ Khalil Gibran


Tanya Sang Anak ~ Khalil Gibran

Konon pada suatu desa terpencil
Terdapat sebuah keluarga
Terdiri dari sang ayah dan ibu
Serta seorang anak gadis muda dan naif!

Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!
Ibu! Mengapa aku dilahirkan wanita?
Sang ibu menjawab,”Kerana ibu lebih kuat dari ayah!”
Sang anak terdiam dan berkata,”Kenapa jadi begitu?”

Sang anak pun bertanya kepada sang ayah!
Ayah! Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?
Ayah pun menjawab,”Kerana ibumu seorang wanita!!!
Sang anak kembali terdiam.

Dan sang anak pun kembali bertanya!
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ayah?
Dan sang ayah pun kembali menjawab,” Iya, kau adalah yang terkuat!”
Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.

Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ibu?
Ayah kembali menjawab,”Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!”
“Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?” Sang anak pun kembali melontarkan pertanyaan.

Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan. “Kerana engkau adalah buah dari cintanya!
Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam. Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!

Dan kau adalah segalanya buat kami.
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.
Tawamu adalah tawa kami.
Tangismu adalah air mata kami.
Dan cintamu adalah cinta kami.

Dan sang anak pun kembali bertanya!
Apa itu Cinta, Ayah?
Apa itu cinta, Ibu?
Sang ayah dan ibu pun tersenyum!
Dan mereka pun menjawab,”Kau, kau adalah cinta kami sayang..”

~ Khalil Gibran


Indahnya Kematian ~ Khalil Gibran

Bahagian 1 ~ Panggilan

Biarkan aku terbaring dalam lelapku, kerana jiwa ini telah dirasuki cinta, dan biarkan daku istirahat, kerana batin ini memiliki segala kekayaan malam dan siang.
Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi di sekeliling ranjang ini, dan taburi tubuh ini dengan wangian melati serta mawar.
Minyakilah rambut ini dengan puspa dupa dan olesi kaki-kaki ini dengan wangian, dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di dahi ini.
Biarku istirahat di ranjang ini, kerana kedua bola mata ini telah teramat lelahnya;
Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan jiwaku;
Terbangkan dawai-dawai harpa dan singkapkan tabir lara hatiku.

Nyanyikanlah masa-masa lalu seperti engkau memandang fajar harapan dalam mataku, kerana makna ghaibnya begitu lembut bagai ranjang kapas tempat hatiku berbaring.
Hapuslah air matamu, saudaraku, dan tegakkanlah kepalamu seperti bunga-bunga menyemai jari-jemarinya menyambut mahkota fajar pagi.
Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya antara ranjangku dengan jarak infiniti;
Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya.
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku. Ciumlah mataku dengan seulas senyummu.
Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya buatku dengan kelembutan jemari merah jambu mereka;
Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya di dahiku dan memberkatiku;
Biarkanlah perawan-perawan mendekati dan melihat bayangan Tuhan dalam mataku, dan mendengar Gema Iradat-Nya berlarian dengan nafasku….

~ Khalil Gibran


Suara Penyair ~ Khalil Gibran

Berkah amal soleh tumbuh subur dalam ladang hatiku.
Aku akan menuai gandum dan membahagikannya pada mereka yang lapar.
Jiwaku menyuburkan ladang anggur yang kuperas buahnya dan kuberikan sarinya pada mereka yang kehausan.
Syurga telah mengisi pelitaku dengan minyaknya dan akan kuletakkan di jendela.
Agar musafir berkelana di gelap malam menemui jalannya.
Kulakukan semua itu kerana mereka adalah diriku.
Andaikan nasib membelenggu tanganku dan aku tak bisa lagi menuruti hati nuraniku, maka yang tertinggal dalam hasratku hanyalah : Mati!
Aku seorang penyair, apabila aku tak bisa memberi, akupun tak mau menerima apa-apa.

~ Khalil Gibran



Perkahwinan ~ Khalil Gibran


SEKARANG, CINTA mulai menciptakan puisi dalam prosa

kehidupan, untuk mencipta fikiran-fikiran masa lalu menjadi

nyanyian pujian agar bersenandung siang hari dan menyanyi

pada malam hari.

Sekarang, hasrat menyingkapkan tabir keraguan dari

kebingungan pada tahun-tahun yang telah berlalu.
Dari rangkaian kesenangan, ia merajut kebahagiaan yang

hanya bisa dilampaui dengan kebahagiaan jiwa ketika ia

memeluk tuannya.

Itulah dua peribadi kukuh yang berdiri berdampingan untuk

mempertentangkan cinta mereka dengan kedengkian dari

takdir yang lemah.
Itulah perpaduan anggur kuning dengan anggur warna

lembayung untuk menghasilkan paduan keemasan, warna

cakerawala saat fajar merekah.

Itulah pertentangan dua roh untuk pertentangan dan

kesatuan dua jiwa dengan kesatuan. Ia adalah curahan

hujan jernih dari langit murni ke dalam kesucian alam,

membangkitkan kekuatan-kekuatan ladang yang penuh

berkat.

Apabila pandangan pertama dari wajah sang kekasih adalah

seperti benih yang ditaburkan oleh cinta di ladang hati

manusia dan ciuman pertama dari dua bibir adalah seperti

bunga pertama cabang kehidupan, maka perkahwinan

adalah buah pertama dari bunga pertama benih itu.

(Dari Suara Sang Guru)

~ Khalil Gibran


Setitis Airmata Dan Seulas Senyuman~ Kahlil Gibran

Takkan kutukar dukacita hatiku demi kebahagiaan khalayak.
Dan, takkan kutumpahkan air mata kesedihan yang mengalir dari tiap bahagian diriku berubah menjadi gelak tawa.

Kuingin diriku tetaplah setitis air mata dan seulas senyuman.

Setitis airmata yang menyucikan hatiku dan memberiku pemahaman rahsia kehidupan dan hal ehwal yang tersembunyi.
Seulas senyuman menarikku dekat kepada putera kesayanganku dan menjelma sebuah lambang pemujaan kepada tuhan.

Setitis airmata meyatukanku dengan mereka yang patah hati; Seulas senyum menjadi sebuah tanda kebahagiaanku dalam kewujudan.

Aku merasa lebih baik jika aku mati dalam hasrat dan kerinduan berbanding jika aku hidup menjemukan dan putus asa.

Aku bersedia kelaparan demi cinta dan keindahan yang ada di dasar jiwaku setelah kusaksikan mereka yang dimanjakan amat menyusahkan orang.
Telah kudengar keluhan mereka dalam hasrat kerinduan dan itu lebih manis daripada melodi yang termanis.

Ketika malam tiba bunga menguncupkan kelopak dan tidur, memeluk kerinduannya. tatkala pagi menghampiri, ia membuka bibirnya demi menyambut ciuman matahari.

Kehidupan sekuntum bunga sama dengan kerinduan dan pengabulan. Setitis airmata dan seulas senyuman.

Air laut menjadi wap dan naik menjelma menjadi segumpal mega. Awan terapung di atas pergunungan dan lembah ngarai hingga berjumpa angin sepoi bahasa,
jatuh bercucuran ke padang-padang lalu bergabung bersama aliran sungai dan kembali ke laut, rumahnya.

Kehidupan awan-gemawan itu adalah sesuatu perpisahan dan pertemuan.
Bagai setitis airmata seulas senyuman. Dan, kemudian jiwa jadi terpisahkan dari jiwa yang lebih besar,
bergerak di dunia zat melintas bagai segumpal mega diatas pergunungan dukacita dan dataran kebahagiaan.

Menuju samudera cinta dan keindahan – kepada Tuhan.

~ Khalil Gibran


Kata Selembar Kertas Seputih Salju ~ Khalil Gibran

Kata selembar kertas seputih salju,”Aku tercipta secara murni, kerana itu aku akan tetap murni selamanya.
Lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi abu putih daripada menderita kerana tersentuh kegelapan atau didekati oleh sesuatu yang kotor.”

Tinta botol mendengar kata kertas itu. Ia tertawa dalam hatinya yang hitam, tapi tak berani mendekatinya.
Pensil-pensil beraneka warna pun mendengarnya, dan mereka pun tak pernah mendekatinya.
Dan selembar kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni selamanya -suci dan murni- dan kosong.

~ Khalil Gibran

Bagi Sahabatku Yang Tertindas ~ Khalil Gibran

Wahai engkau yang dilahirkan di atas ranjang kesengsaraan,
diberi makan pada dada penurunan nilai,
yang bermain sebagai seorang anak di rumah tirani,
engkau yang memakan roti basimu dengan keluhan dan meminum air keruhmu bercampur dengan airmata yang getir.

Wahai askar yang diperintah oleh hukum yang tidak adil oleh lelaki yang meninggalkan isterinya,
anak-anaknya yang masih kecil, sahabat-sahabatnya,
dan memasuki gelanggang kematian demi kepentingan cita-cita, yang mereka sebut ‘keperluan’.

Wahai penyair yang hidup sebagai orang asing di kampung halamannya,
tak dikenali di antara mereka yang mengenalinya, yang hanya berhasrat untuk hidup di atas sampah masyarakat dan dari tinggalan atas permintaan dunia yang hanya tinta dan kertas.

Wahai tawanan yang dilemparkan ke dalam kegelapan kerana kejahatan kecil yang dibuat seumpama kejahatan besar oleh mereka yang membalas kejahatan dengan kejahatan,
dibuang dengan kebijaksanaan yang ingin mempertahankan hak melalui cara-cara yang keliru.

Dan engkau, Wahai wanita yang malang, yang kepadanya Tuhan menganugerahkan kecantikan.
Masa muda yang tidak setia memandangnya dan mengekorimu,
memperdayakan engkau, menanggung kemiskinanmu dengan emas. Ketika kau menyerah padanya, dia meninggalkanmu.
Kau serupa mangsa yang gementar dalam cakar-cakar penurunan nilai dan keadaan yang menyedihkan.

Dan kalian, teman-temanku yang rendah hati, para martir bagi hukum buatan manusia.
Kau bersedih, dan kesedihanmu adalah akibat dari kebiadaban yang hebat, dari ketidakadilan sang hakim, dari licik si kaya, dan dari keegoisan hamba demi hawa nafsunya

Jangan putus asa, kerana di sebalik ketidakadilan dunia ini, di balik persoalan, di balik awan gemawan, di balik bumi,
di balik semua hal ada suatu kekuatan yang tak lain adalah seluruh kadilan, segenap kelembutan, semua kesopanan, segenap cinta kasih.

Engkau laksana bunga yang tumbuh dalam bayangan.
Segera angin yang lembut akan bertiup dan membawa bijianmu memasuki cahaya matahari tempat mereka yang akan menjalani suatu kehidupan indah.

Engkau laksana pepohonan telanjang yang rendah kerana berat dan bersama salju musim dingin.
Lalu musim bunga akan tiba menyelimutimu dengan dedaunan hijau dan berair banyak.

Kebenaran akan mengoyak tabir airmata yang menyembunyikan senyumanmu.
Saudaraku, kuucapkan selamat datang padamu dan kuanggap hina para penindasmu.

~ Khalil Gibran

Rabu, 05 Mei 2010

LOVE




Love …

Would make you blind
But it matters when love blinds me from seing Allah’s light
Love
Would make you forget
I don’t care to much
if I couldn’t remember
But it matter when love makes me forget Allah

Love …

Makes you a fool I don’t care so much in being a fool
But it matter if I am a fool in telling the difference between right and wrong
Love makes you happy
But why should I be happy
When I should be grieving for disobeying Allah’s order
Love.....
needs a lot of sacrifice
I am willing to sacrifice
But why should I sacrifice, if it is not for Allah?
Love..

Why should I love If it is not for Allah